Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring turut mengomentari pergelaran MotoGP Mandalika, khususnya aksi pawang hujan.
Pergelaran MotoGP Mandalika memang melibatkan pawang hujan, Minggu (20/3/2022).
Sebab di lokasi balapan dunia itu sempat diguyur hujan deras.
Dampaknya gelaran MotoGP Mandalika sempat tertunda.
Namun perhatian publik mendadak teralihkan saat pawang hujan turun ke sirkuit dengan membawa wadah seperti baskom berwarna keemasan.
Sambil menggunakan helm berwarna putih ia mulai berjalani menyusuri lintasan dan melakukan ritual.
Aksi pawang hujan pun sempat viral dan menjadi perhatian publik bahkan mancanegara.
Pawang hujan itu bernama Rara.
ia mengaku telah mulai memantau sirkuit Mandalikan sejak awal bulan lalu dari jarak jauh.
Aksi pawang hujan ini juga terjadi pro dan kontra di masyarakat.
Ada beberapa masyarakat setuju dengan adanya pawang tersebut.
Tapi juga ada yang tidak mempercayai hal tersebut.
Tak terkecuali bagi Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring.
Melalui cuitannya di Twitter Tifatul mengomentari aksi sang pawang.
Menurut dia, percaya kepada dukun di dalam Islam hukumnya syirik.
Bahkan kata dia jika percaya hal begituan termasyk kufur kepada Allah.
Selanjutnya kata dia, sholatnya tidak akan diterima selama 40 hari.
Tifatul menilai hanya orang orang bodoh atau jahil terhadap agama yang meminta pertolongan kepada dukun.
“Percaya kepada dukun itu, dalam Islam, hukumnya syirk, bahkan termasuk kufur kpd Allah. Sholatnyapun tak akan diterima selama 40 hari. Hanya orang2 bodoh atau jahil thd agama (istilah Jakartanya: bego’) yang mau minta tolong kepada dukun,” tulisnya seperti dikutip Sripoku.com, Senin (21/3/2022).
“Ada dukun tetap hujan” lanjutnya.
Profil
Melansir Tribun Bali, Rara Istiati anak Indogi ini merupakan orang Bali.
Ia tinggal di sebuah apartemen di Jalan Ciung Wanara I Nomor 7, Denpasar, Bali.
“Saya memang dari kecil indigo. Keluarga saya RR itu Raden Rara trah Solo Jogja,” sebut Rara.
“Dari kecil diajarkan dunia spiritual. Konon zaman dulu eyang kakung punya adik setiap tahun tepatnya satu suro menghendel upacara di Keraton Solo.”
“Dan setiap tahun ada adu-adu ilmu, siapa yang menang, dia yang handel upacaranya termasuk masalah pawang hujan,” kata Rara.
Bakat Keturunan
Pada periode selanjutnya, eyang kakungnya tersebut menugaskan ayah Rara untuk melanjutkan tradisi tersebut.
Namun sang ayah kurang suka dengan hal tersebut. Sang ayah akhirnya mengajari dirinya.
Rara pun mulai tahun tentang hal-hal yang bersifat gaib.
Sang ayah tahu bahwa Rara adalah anak indigo atau di Bali disebut melik.
“Saat umur tiga tahun bapak saya sakit dan diprediksi akan meninggal saat saya umur 5 tahun.”
“Saya diajarin kayak paranormal activity seperti ngobrol dengan makhluk gaib, roh, termasuk mencium bau awan sebagai pertanda hujan atau tidak.”
“Dan biasanya banyak yang tidak siap memiliki anak indigo, tapi bapak saya sudah siap.”
“Dan bapak dulu mengaplikasikan ilmu pawang hujan itu untuk sepak bola, yakni bantu Persipura Jayapura yang dulu,” kata wanita kelahiran Jayapura, 22 Oktober 1983 ini.
Tahun 1988, sang ayah meninggal dan Rara menonton video milik ayahnya tentang dunia lain.
Dan sebelum ayahnya meninggal Rara pun sempat memimpikan sang ayah akan meninggal.
Mimpi itu memang terjadi, walaupun sang ibu sempat mengatakan jika sang ayah baik-baik saja.
Dari sana Rara percaya bahwa dirinya bisa meramal apa yang akan selanjutnya dan bahkan ia meramalkan dirinya jika tetap hidup di Jogja akan susah.
Ia pun bercerita saat umur sembilan tahun sudah mampu menjadi pawang hujan.
Dia mendapatkan pundi rupiah dengan bekerja sebagai pawang hujan di acara-acara pagelaran wayang.
“Umur sembilan tahun saya sudah cari uang sendiri dari acara wayang. Waktu itu saya belum menggunakan menyan untuk menjadi pawang hujan. Saya bilang ke dalangnya kalau saya bisa bantu agar tidak hujan,” paparnya.
Dengan melakoni pekerjaan tersebut, ia mendapat uang Rp 5 ribu hingga Rp 10 ribu dan ia merasa sangat senang.
Sumber: Sripoku